Kiat-kiat Meraih Khusyu Dalam Ibadah Shalat

Assalam mu'alaikum duhai pengunjung blog ada beberapa tulisan "Kiat-kiat Meraih Khusyu Dalam Ibadah Shalat" yang kita bisa mencerna dengan akal yang sehat dibawah ini :


Meraih Khusyu’ Dalam Ibadah


بسم الله الرحمن الرحيم

Khusyu’ dalam ibadah kedudukannya seperti ruh/jiwa dalam tubuh manusia1, sehingga ibadah yang dilakukan tanpa khusyu’ adalah ibarat tubuh tanpa jasad alias mati.

Oleh karena itu, Allah Ta’ala memuji para Nabi dan Rasul Shallallahu’alaihi Wasallam dengan sifat mulia ini, yang mereka adalah hamba-hamba-Nya yang memiliki keimanan yang sempurna dan selalu bersegera dalam kebaikan. Allah Ta’ala berfirman:

{إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ}

“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka (selalu) berdoa kepada Kami dengan berharap dan takut. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ (dalam beribadah)” (QS al-Anbiyaa’: 90).

Dalam ayat lain, Allah Ta’ala memuji hamba-hamba-Nya yang shaleh dengan sifat-sifat mulia yang ada pada mereka, di antaranya sifat khusyu’:

{إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا}

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta’atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar” (QS al-Ahzaab: 35).

Bahkan Allah Ta’ala menjadikan sifat agung ini termasuk ciri utama orang-orang yang sempurna imannya dan sebab keberuntungan mereka2, dalam firman-Nya:

{قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ، الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ}

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya” (QS al-Mu’minuun: 1-2)”.

Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memohon kepada Allah Ta’ala sifat mulia ini dalam doa beliau Shallallahu’alaihi Wasallam: “Ya Allah, hidupkanlah aku sebagai orang miskin, matikanlah aku sebagai orang miskin, kumpulkanlah aku di dalam golongan orang-orang miskin pada hari kiamat”3.

Arti “orang miskin” dalam hadits ini adalah orang yang selalu merendahkan diri, tunduk dan khusyu’ kepada Allah Ta’ala4.

Arti khusyu’ dan hakikatnya

Secara bahasa khusyu’ berarti as-sukuun (diam/tenang) dan at-tadzallul (merendahkan diri). Sifat mulia ini bersumber dari dalam hati yang kemudian pengaruhnya terpancar pada anggota badan manusia.

Imam Ibnu Rajab berkata: “Asal (sifat) khusyu’ adalah kelembutan, ketenangan, ketundukan, dan kerendahan diri dalam hati manusia (kepada Allah Ta’ala). Tatkala Hati manusia telah khusyu’ maka semua anggota badan akan ikut khusyu’, karena anggota badan (selalu) mengikuti hati, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: “Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal daging, jika segumpal daging itu baik maka akan baik seluruh tubuh manusia, dan jika segumpal daging itu buruk maka akan buruk seluruh tubuh manusia, ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati manusia”.

Maka jika hati seseorang khusyu’, pendengaran, penglihatan, kepala, wajah dan semua anggota badannya ikut khusyu’, (bahkan) semua yang bersumber dari anggota badannya”5.

Imam Ibnul Qayyim berkata: “Para ulama sepakat (mengatakan) bahwa khusyu’ tempatnya dalam hati dan buahnya (tandanya terlihat) pada anggota badan”6.

Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di berkata: “Khusyu’ dalam shalat adalah hadirnya hati (seorang hamba) di hadapan Allah Ta’ala dengan merasakan kedekatan-Nya, sehingga hatinya merasa tentram dan jiwanya merasa tenang, (sehingga) semua gerakan (angota badannya) menjadi tenang, tidak berpaling (kepada urusan lain), dan bersikap santun di hadapan Allah, dengan menghayati semua ucapan dan perbuatan yang dilakukannya dalam shalat, dari awal sampai akhir. Maka dengan ini akan sirna bisikan-bisikan (Setan) dan pikiran-pikiran yang buruk. Inilah ruh dan tujuan shalat”7.

Inilah makna ucapan salah seorang ulama salaf ketika beliau melihat seorang laki-laki yang bermain-main dalam shalatnya: “Seandainya hati orang ini khusyu’ maka akan khusyu’ semua anggota tubuhnya”8.

Lebih lanjut, imam al-Bagawi memaparkan makna ini dalam ucapan beliau: “Para ulama berbeda (pendapat) dalam makna khusyu’, Ibnu ‘Abbas Radhiallahu’anhu berkata: “(Orang-orang yang khusyu’ adalah) mereka yang selalu tunduk dan merendahkan diri (kepada Allah Ta’ala). al-Hasan (al-Bashri) dan Qatadah berkata: “(Mereka adalah) orang-orang yang selalu takut (kepada-Nya)”. Muqatil berkata: “(Mereka adalah) orang-orang yang merendahkan diri (kepada-Nya)”. Mujahid berkata: “Khusyu’ adalah menundukkan pandangan dan merendahkan suara”. Khusyu’ (artinya) mirip dengan khudhu’, cuma khudhu’ ada pada (anggota) badan, sedangkan khusyu’ ada pada hati, badan, pandangan dan suara. Allah Ta’ala berfirman:

{وَخَشَعَتِ الأصْوَاتُ لِلرَّحْمَنِ}

“Dan (pada hari kiamat) khusyu’lah (merendahlah) semua suara kepada Yang Maha Pemurah” (QS Thaahaa: 108)”9.
Khusyu’ adalah buah manis dari ilmu yang bermanfaat

Dalam sebuah hadits yang shahih, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah berdoa: “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari jiwa yang tidak pernah puas, dan dari doa yang tidak dikabulkan”10.

Dalam hadits yang agung ini, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menggandengkan empat perkara yang tercela ini, sebagai isyarat bahwa ilmu yang tidak bermanfaat memiliki tanda-tanda buruk, yaitu hati yang tidak khusyu’, jiwa yang tidak pernah puas, dan doa yang tidak dikabulkan11, nu’uudzu billahi min dzaalik.

Imam Ibnu Rajab al-Hambali berkata: “Hadits ini menunjukkan bahwa ilmu yang tidak menimbulkan (sifat) khusyu’ dalam hati maka ini adalah ilmu yang tidak bermanfaat”12.

Maka hadits ini merupakan argumentasi yang menunjukkan bahwa sifat khusyu’ adalah termasuk buah yang manis dan agung dari ilmu yang bermanfaat.

Imam al-‘Ala-i berkata: “Ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam (dalam hadits ini) menggandengkan antara memohon perlindungan (kepada Allah Ta’ala) dari ilmu yang tidak bermanfaat dan dari hati yang tidak khusyu’, (maka) ini mengisyaratkan bahwa ilmu yang bermanfaat adalah yang mewariskan sifat khusyu’ (dalam diri manusia)”13.

Lebih lanjut, imam Ibnu Rajab menjelaskan keterikatan antara ilmu yang bermanfaat dan sifat khusyu’ dalam ucapan beliau: “Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang merasuk dan menyentuh hati manusia, kemudian menumbuhkan dalam hati ma’rifatullah (mengenal Allah Ta’ala dengan nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna) dan meyakini kemahabesaran-Nya, (demikian pula) rasa takut, pengagungan, pemuliaan dan cinta (kepada-Nya). Tatkala sifat-sifat ini telah menetap dalam hati (seorang hamba), maka hatinya akan khusyu’ lalu semua anggota badannyapun akan khusyu’ mengikuti kekhsyu’an hatinya”14.

Inilah keutamaan khusyu’ yang merupakan buah utama ilmu yang bermanfaat, sekaligus merupakan ilmu yang pertama kali diangkat oleh Allah Ta’ala dari muka bumi ini15, sebagaimana dalam hadits riwayat Abu Darda’ Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Yang pertama kali diangkat (oleh Allah) dari umat ini adalah sifat khusyu’, sehingga (nantinya) kamu tidak akan melihat lagi seorang yang khusyu’ (dalam ibadahnya)”16.
Khusyu’ dalam shalat

Sifat khusyu’ dituntut dalam semua bentuk ibadah dan ketaatan kepada Allah Ta’ala, akan tetapi dalam ibadah shalat, sifat yang agung ini lebih terlihat wujud dan pengaruh positifnya.

Imam Ibnu Rajab al-Hambali berkata: “Sungguh Allah telah mensyariatkan bagi hamba-hamba-Nya berbagai macam ibadah yang akan tampak padanya kekhusyu’an (anggota) badan (seorang hamba) yang bersumber dari kekhusyu’an, ketundukan dan kerendahan diri dalam hatinya. Dan termasuk ibadah yang paling tampak padanya kekhusyu’an adalah ibadah shalat. Allah Ta’ala memuji hamba-hamba-Nya yang khusyu’ dalam shalat mereka dalam firman-Nya:

{قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ، الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ}

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya” (QS al-Mu’minuun: 1-2)”17.

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin berkata: “Para ulama menafsirkan (arti) khusyu’ dalam shalat yaitu diamnya anggota badan yang disertai dengan ketenangan (dalam) hati. Maksudnya: menghadirkan/mengkonsentrasikan hati dalam shalat dan menjadikan anggota badan tenang, maka tidak ada perbuatan sia-sia dan bermain-main (dalam shalat) disertai hati yang hadir berkonsentrasi menghadap ke pada Allah Ta’ala. Tatkala hati (seorang hamba) menghadap kepada Allah Ta’ala yang maha mengetahui isi hati, maka pasti hamba tersebut akan (meraih) khusyu’ (dalam shalatnya) dan memusatkan pikirannya kepada Zat yang dia sedang bermunajat kepada-Nya, yaitu Allah Ta’ala. Kalau demikian khusyu’ adalah sifat ruhani dalam diri manusia yang menimbulkan ketenangan dalam hati dan anggota badan”18.

Ciri inilah yang ada pada orang-orang yang sempurna keimanannya, para Shahabat Radhiallahu’anhum, sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala:

{سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ}

“Tanda-tanda meraka tampak pada wajah mereka dari bekas sujud” (QS al-Fath: 29).

Imam Mujahid dan beberapa ulama ahli tafsir lainnya berkata tentang makna ayat ini: “Yaitu Khusyu’ (dalam shalat) dan tawadhu’ (sikap merendahkan diri)”19.

Lebih lanjut, imam Ibnu Katsir menjelaskan manfaat dan faidah besar dari shalat yang khusyu’ dalam membawa seorang mukmin untuk merasakan kemanisan iman dan menjadikan shalatnya sebagai qurratul ‘ain (penyejuk/penghibur hati) baginya. Beliau berkata20: “Khusyu’ dalam shalat hanyalah akan diraih oleh orang yang hatinya tercurah sepenuhnya kepada shalat (yang sedang dikerjakannya), dia hanya menyibukkan diri dan lebih mengutamakan shalat tersebut dari hal-hal lainnya. Ketika itulah shalat akan menjadi (sebab) kelapangan (jiwanya) dan kesejukan (hatinya), sebagamana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam hadits riwayat imam Ahmad dan an-Nasa-i, dari Anas bin Malik Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Allah menjadikan qurratul ‘ain (penyejuk/penghibur hati) bagiku pada (waktu aku melaksanakan) shalat”21.

Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda kepada Bilal Radhiallahu’anhu:

“Wahai Bilal, senangkanlah (hati) kami dengan (melaksanakan) shalat”22.



Cara untuk meraih khusyu’

Dikarenakan sifat khusyu’ sumbernya dari dalam hati manusia, maka sifat ini hanya bisa diraih dengan taufik dan anugerah dari Allah Ta’ala. Oleh karena itu, cara utama untuk meraih sifat mulia ini dan sifat-sifat agung lainnya dalam agama adalah dengan banyak berdoa dan memohon kepada Allah Ta’ala.

Oleh karena itu, imam Mutharrif bin ‘Abdillah bin asy-Syikhkhiir berkata: “Aku mengingat-ingat apakah penghimpun segala kebaikan, karena kebaikan itu banyak; puasa, shalat (dan lain-lain). Semua kebaikan itu ada di tangan Allah Ta’ala, maka jika kamu tidak mampu (memiliki) apa yang ada di tangan Allah Ta’ala kecuali dengan memohon kepada-Nya agar Dia memberikan semua itu kepadamu, maka berarti penghimpun (semua) kebaikan adalah berdoa (kepada Allah Ta’ala)”23.

Kemudian sifat khusyu’ akan diraih insya Allah dengan seorang hamba mengenal Allah Ta’ala dengan cara yang benar,melalui pemahaman terhadap nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna. Inilah ilmu yang paling mulia dalam Islam dan merupakan jalan utama untuk meraih semua sifat dan kedudukan yang mulia di sisi Allah Ta’ala.

Imam Ibnul Qayyim berkata: “Orang yang paling sempurna dalam penghambaan diri (kepada Allah Ta’ala) adalah orang yang menghambakan diri (kepada-Nya) dengan (memahami kandungan) semua nama dan sifat-Nya yang (bisa) diketahui oleh manusia”24.

Imam Ibnu Rajab al-Hambali memaparkan hal ini dalam ucapan beliau:

“Asal (sifat) khusyu’ yang terdapat dalam hati tidak lain (bersumber) dari ma’rifatullah (mengenal Allah Ta’ala dengan memahami nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna), mengenal keagungan-Nya, kemuliaan-Nya dan kesempurnaan-Nya. Sehingga barangsiapa yang lebih mengenal Allah maka dia akan lebih khusyu’ (kepada-Nya).

Sifat khusyu’ dalam hati manusia dalam hati manusia bertingkat-tingkat (kesempurnaannya) sesuai dengan bertingkat-tingkatnya pengetahuan (dalam) hati manusia terhadap Zat yang dia tunduk kepada-Nya (Allah Ta’ala) dan sesuai dengan bertingkat-tingkatnya penyaksian hati terhadap sifat-sifat yang menumbuhkan kekhusyu’an (kepada Allah Ta’ala).

Ada hamba yang (meraih) khusyu’ (kepada-Nya) karena penyaksiannya yang kuat terhadap kemahadekatan dan penglihatan-Nya (yang sempurna) terhadap apa yang tersembunyi dalam hati hamba-Nya, sehingga ini menimbulkan rasa malu kepada Allah Ta’ala dan selalu merasakan pengawasan-Nya dalam semua gerakan dan diamnya hamba tersebut.

Ada juga yang (meraih) khusyu’ karena penyaksiannya terhadap kemahasempurnaan dan kemahaindahan-Nya, sehingga ini menjadikannya tenggelam dalam kecintaan kepada-Nya serta kerinduan untuk bertemu dan memandang wajah-Nya.

(Demikian pula) ada yang meraih khusyu’ karena penyaksiannya terhadap kerasnya siksaan, pembalasan dan hukuman-Nya, sehingga ini membangkitkan rasa takutnya kepada Allah.

Maka Allah Ta’ala Dia-lah yang memperbaiki hati hamba-hamba-Nya yang tanduk dan remuk hatinya kepada-Nya. Allah Ta’ala maha dekat kepada hamba-Nya yang bermunajat kepada-Nya dalam shalat dan menempelkan wajahnya ke tanah ketika sujud, sebagaimana Dia maha dekat kepada hamba-Nya yang berdoa, memohon dan meminta ampun kepada-Nya atas dosa-dosanya di waktu sahur. Dia maha mengabulkan doa hamba-Nya serta memenuhi permohonannya, dan tidak ada sebab untuk memberbaiki kekurangan seorang hamba yang lebih agung dari kedekatan dan pengabulan doa dari-Nya”25.

Pemaparan imam Ibnu Rajab di atas merupakan makna firman Allah Ta’ala:

{إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ}

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang-orang yang berilmu (mengenal Allah Ta’ala)” (QS Faathir:28).

Imam Ibnu Katsir berkata: “Arti (ayat ini): Hanyalah orang-orang yang berilmu dan mengenal Allah yang memiliki rasa takut yang sebenarnya kepada Allah, karena semakin sempurna pemahaman dan penegetahuan (seorang hamba) terhadap Allah, Zat Yang Maha Mullia, Maha kuasa dan Maha Mengetahui, yang memiliki sifat-sifat yang maha sempurna dan nama-nama yang maha indah, maka ketakutan (hamba tersebut) kepada-Nya semakin besar pula”26.
============
Catatan Kaki

1 Lihat kitab “Bada-i’ul fawa-id” (3/518), “Faidhul Qadiir” (3/88), “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 547) dan “Taudhiihul ahkaam min buluugil maraam” (2/82).

2 Lihat kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 547).

3 HR at-Tirmidzi (4/577), Ibnu Majah (no. 4126) dan al-Hakim (4/358), dinyatakan shahih oleh imam al-Hakim, imam adz-Dzahabi dan syaikh al-Albani.

4 Lihat kitab “al-Khusyu’ fish shalaah” (hal. 34) dan “Tuhfatul ahwadzi” (7/16).

5 Kitab “al-Khusyu’ fish shalaah” (hal. 11-12).

6 Kitab “Mada-rijus saalikiin” (1/521).

7 Keterangan syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di dalam kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 547).

8 Dinukil oleh syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam “Majmu’ul fata-wa” (18/273) dan imam Ibnu Rajab dalam “al-Khusyu’ fish shalaah” (hal. 12).

9 Kitab “Tafsir al-Baghawi” (hal. 408).

10 HSR Muslim (no. 2722).

11 Lihat kitab “Tuhfatul ahwadzi” (9/319) dan “Faidhul Qadiir” (2/108).

12 “Waratsatul anbiyaa’” (Majmuu’u rasa-ilil haafizh Ibni Rajab al-Hambali 1/17).

13 Dinukil oleh imam al-Munawi dalam kitab “Faidhul Qadiir” (2/153).

14 “Waratsatul anbiyaa’” (Majmuu’u rasa-ilil haafizh Ibni Rajab al-Hambali 1/16).

15 Lihat kitab “al-Khusyuu’u fish shalaah” (hal. 15).

16 HR ath-Thabarani dalam “Musnadusy Syaamiyyiin” (2/400), dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani dalam “al-Jaami’ush shahiih” (no. 2569).

17 Kitab “al-Khusyu’ fish shalaah” (hal. 22).

18 Kitab “Fathu Dzil jalaali wal ikraam bisyarhi buluugil maraam” (1/571).

19 Dinukil oleh imam Ibnu Katsir dalam tafsir beliau (4/260).

20 Kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (3/319).

21 HR Ahmad (3/128) dan an-Nasa-i (7/61), dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani.

22 HR Abu Daud (2/715) dan Ahmad (5/364), dinyatakan shahih oleh syaikh Al Albani.

23 Diriwayatkan oleh imam Ahmad dalam kitab “az-Zuhd” (no. 1346).

24 Kitab “Madaarijus saalikiin” (1/420).

25 Kitab “al-Khusyu’ fish shalaah” (hal. 14).

26 Tafsir Ibnu Katsir (3/729).
=================================
Penulis : Ustadz Abdullah bin Taslim Al Buthoni (Artikel Muslim.Or.Id)



14 Cara Agar Shalat Kita Menjadi Khusyu


Shalat Sudah merupakan kewajiban setiap muslim yang juga masuk dalam rukun islam adalah melaksanakan shalat, khususnya shalat lima waktu. Untuk mencapai kesempurnaan dalam ibadah shalat kita harus melaksanakannya dengan khusyuk. Pengartian dari khusyuk sendiri adalah serius, bersungguh-sungguh, khidmat, syahdu atau penuh penghayatan dalam melakukan shalat itu sendiri.

Sudah merupakan kerjaan si syaithan untuk mengganggu dan mempengaruhi setiap cucu adam dalam melakukan ibadah, termasuk shalat. Maka kiat agar shalat khusyuk sudah seharusnya kita pahami semua, sebab kenikmatan dari shalat itu sangat memungkinkan untuk kita raih saat kita mampu melaksanakannya dengan penuh rasa khusyuk.

Dalam melaksanakan ibadah sholat diharuskan untuk mengikuti tata cara sholat yang baik mulai dari wudhu, niat, gerakan, tuma’ninah, kekhusyu’an, dan lain-lain. Sholat yang asal-asalan akan memperbesar resiko ibadah solat kita tidak diterima oleh Allah SWT. Diharapkan seluruh umat muslim untuk selalu memperbaiki sholatnya dari waktu ke waktu dengan mempelajari ilmu ibadah dari sumber yang bisa dipercaya dan dijadikan panutan dengan dasar Hadits Nabi Muhammad SAW dan tuntunan para imam besar.

Ada banyak cara untuk mendapatkan shalat khusyuk yang di sampaikan juga oleh banyak orang melalui banyak media pula, namun yang perlu kita pahami bahwa cara untuk mendapatkan shalat yang khusyuk yang terpenting itu terletak pada diri kita sendiri. Kita hanya perlu memahami kiat agar shalat khusyuk dan pelaksanaannya kita sendiri yang menentukan, maka niat tulus dari dalam hati menjadi kunci utama.
kiat agar shalat khusyuk

Hati
Dalam melakukan ibadah shalat, seharusnya bukan hanya anggota tubuh kita yang mengikuti gerakan demi gerakan shalat. Ini yang seringkali terjadi sehingga seseorang tidak meraih shalat yang khusyuk. Namun, perlu untuk kita mengikutkan hati kita dalam setiap shalat, dalam setiap gerakan dan bacaan dalam shalat, menjadikan hati kita ikut melaksanakan shalat bersama seluruh anggota tubuh kita.

Memahami Arti Shalat
Dalam setiap gerakan dalam shalat itu tidak lepas dari bacaannya, mulai dari lafadz takbiratul ihram hingga mengucapkan salam setelah tahiyyatul akhir di penuhi dengan bacaan-bacaan suci yang berasal dari ayat-ayat Al-Qur’an hingga do’a – do’a dalam shalat itu sendiri. Salah satu penyebab seseorang menjadi sulit mendapatkan shalat yang khusyuk adalah tidak tahu apa arti dan makna lafadz yang di bacanya dalam shalat yang akhirnya membuat shalatnya berjalan begitu saja tanpa bisa dia hayati.

Maka mulailah mempelajari dan memahami satu per satu bacaan shalat kita. Dan mencoba untuk terus menghayatinya dalam setiap shalat yang kita lakukan.

Fokus
Pandangan saat melakukan shalat itu di tujukan di tempat kita sujud, tidak melirik apalagi menengok kiri dan kanan. Itu agar kita fokus dalam shalat kita. Namun yang lebih penting lagi pikiran kita juga harus fokus bahwa kita sementara melakukan shalat, kita sedang menghadap kepada Allah SWT.

Pusatkan Pikiran Hanya Kepada Allah SWT
Netralkan pikiran anda dari berbagai hal-hal yang berbau dunia mulai dari masalah pekerjaan, keluarga, sekolah, kampus, harta, tahta, wanita, pria, dan lain sebagainya. Serahkan diri anda sepenuhnya hanya kepadaNya untuk menjalankan kewajiban yang diperintahkan kepada kita.

Menyadari Bahwa Kita Sedang Menghadap Tuhan
Ciptakan suatu alam pikiran di mana kita sedang berhadapan dengan sesuatu yang luar biasa dahsyat dan tiada tandingannya di dunia maupun di akhirat. Sesuatu yang lebih dari atasan kita, orangtua kita, preman kampung, lurah, camat, bupati, walikota, gubernur, presiden, artis, jin, setan, iblis, malaikat, dan lain sebagainya.

Mempelajari dan Memahami Arti dan Makna Bacaan Sholat
Pelajarilah arti dan makna di balik ucapan-ucapan kita saat sedang sholat, lalu pahami dan hapalkan. Munculkan arti dan makna bacaan sholat kita saat kita sedang sholat.

Menganggap Sholat Yang Sedang Dilakukan adalah Sholat Terakhir
Setiap manusia maupun jin tidak ada yang mengatahui secara pasti apa yang akan terjadi di masa yang akan datang termasuk hari kematian. Anggap saja kita akan meninggal dunia saat sholat berlangsung maupun setelah sholat. Orang mukmin yang tahu dia mau wafat maupun mau kiamat besar, maka orang itu akan segera meningkatkan ibadahnya serta menjalankan ibadah dengan sebaik-baiknya.

Jika Pikiran Terganggu Segera Kembali Konsentrasi
Apabila anda tiba-tiba tersadar bahwa anda sedang terlena dengan buaian alam pikiran dunia kita, maka bersegeralah kembali kepada arti dan makna bacaan sholat kita atau kembali mengingat Allah SWT.

Memperhatikan Kondisi Tubuh Sebelum Sholat
Pastikan bahwa kita sudah merasa nyaman dan siap untuk melaksanakan ibadah sholat kita dengan baik, seperti sudah buang air, sudah makan yang cukup, pikiran sudah netral, bersih dari najis dan hadas, tidak sedang menstruasi, dan lain sebagainya.

Memperhatikan Kondisi Lingkungan Sebelum Sholat
Usahakan cari tempat sholat yang terbaik bagi kita dilihat dari aspek kebersihan, kenyamanan, kebisingan, gangguan orang lain, gangguan anak-anak, keamanan, perizinan, dan lain-lain.

Sholat Tepat Waktu dan Tidak Terburu-Buru

Agar kita bisa sholat dengan khusyuk kita harus solat pada waktu yang paling utama, yaitu sholat tepat waktu di awal waktunya. Untuk laki-laki sholat berjamaah di masjid atau mushola setelah panggilan adzan dan komat, sedangkan untuk yang perempuan boleh dilaksanakan di rumah. Sholatlah dengan santai dengan menikmati setiap detiknya menghadap langsung kepada sang khalik walaupun sebenarnya anda sedang diburu waktu.

Ikhlas Semata-Mata Untuk Mendapatkan Ridho Allah SWT
Buang jauh-jauh tujuan sholat kita selain untuk mendapatkan ridho dari Alloh SWT seperti untuk pamer / riya, ingin dilihat atasan, ingin dilihat pacar, ingin dianggap orang sebagai orang alim, sekedar ikut-ikutan orang lain, dan lain sebagainya.

Berusaha Untuk Selalu Memperbaiki Sholat Kita
Muslim yang baik akan terpacu terus-menerus melakukan perbaikan ibadah maupun hal-hal yang lain untuk menyempurnakan dirinya sesuai dengan Al-Qur’an dan tuntunan hadist Nabi Muhammad SAW. Amatlah rugi apabila kita melakukan ibadah belum sesuai dengan kaidah yang ada serta tidak ada keinginan sedikit pun untuk belajar memperbaiki diri.

Shalat Terakhir
Allah SWT berfirman dalam salah satu ayatnya bahwa tidak satupun manusia yang luput dari kematian, maka seharusnya itu menjadi bahan perenungan yang kuat agar keseharian kita bisa lebih terjaga. Begitupun dalam shalat, kita akan lebih mudah mendapatkan shalat yang khusyuk ketika kita selalu menanamkan dalam hati bahwa ini adalah shalat kita yang terakhir, setelah saya melakukan shalat kali ini maka kematian akan menjemput.

Sebagai makhluk tuhan yang pasti akan mati sudah seharusnya kita menyadari itu, dengan mengahdirkan perasaan kita akan mati dalam shalat kita, maka mau tidak mau kita akan bersungguh-sungguh menjadikan shalat kita seperti cara terakhir untuk bertaubat, ibadah terakhir bekal menuju akhirat.

Beberapa kiat agar shalat khusyuk di atas memang tidak banyak, dan memang untuk mendapatkan shalat yang khuyuk tidak perlu banyak-banyak. Cukup jika kita bisa melakukan cara-cara di atas di setiap shalat kita. Insya Allah kita akan selalu mendapatkan shalat yang khusyuk.



Mengapa Sulit Khusyu dalam Shalat? Ini Penjelasan Ustaz Arifin Ilham


Mengapa Sulit Khusyu dalam Shalat?

Yang pertama, memang belum mengenal kecuali sebatas Tuhan. Belum mengenal sifat, af'al dan asmaNya. Dia yang menciptakan manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, aku, tubuhku, mataku, telingaku, jantungku, istriku, anak-anakku, semua yang kulihat, semua yang kudengar, semua yang bergerak, semua yang berada dilangit dan dibumi, semua dihidupkanNya " Al Muhyi" dan semua akan dimatikanNya "Al Mumiitu". Semua tunduk dalam kehendak "Al Muriidu" dan kekuasaanNya "Al Qodiiru", Dialah yang mengatur semuanya "Ar Robbu", Dialah yang mengusai sekaligus memiliki semuanya "Al Maaliku" (QS Ali Imran 26-27). Dia Maha Menatap "Al Bashiiru" tahu persis hati, pikiran dan lintasan pikiran kita dan Dia Maha Mendengar "As Samiiu". Mendengar gesekan daun, langkah semut dan rintihan hati hambaNya.

Lantas sadarkah kita bahwa Dia yang segala galanya yang kita hadapi dalam sholat selama ini?, Bisakah hati dan pikiran kita lari saat sholat sementara Dia menatap hati pikiran kita? Kalau begitu kok bisa maksiat sementara Dia terus menerus memperhatikan kita?

Yang kedua, karena belum faham bacaan, makna, hikmah, keutamaan, syarat dan rukun sholat. Maka jadilah "sukaaro" shalat mabuk alias sholat tanpa rasa, tanpa pemahaman, tanpa penghayatan, tanpa keyakinan, kosong, hampa, seakan robot jasad tanpa ruh. "Alkusaala" malah terasa beban, buru-buru pengen cepat selesai, senangnya menunda-nunda waktunya, gerak sholatnya cepat seperti ayam matok. Surah dan bacaan shalatpun komai kamit. Sahabatku, simaklah kalam Allah ini, "...Janganlah kalian menegakkan shalat, sedangkan kalian dalam keadaan mabuk, sampai kalian benar-benar paham apa-apa yang kalian baca dalam shalat kalian" (QS An Nisa 43).

Lihat orang mabuk berkata berbuat tetapi tidak sadar apa yang dikatakan dan apa yang diperbuat, lihat orang shalat berdiri, bertakbir, baca ayat, rukuk, sujud, tahiyyat dan salam, tetapi tidak sadar bahwa ia sedang berdiri, rukuk, sujud menghadap pencipta langit dan bumi, tidak sadar bahwa ia sedang berdialog dengan pencipta dirinya, yang maha menentukan segala-galanya.

Yang ketiga, karena tidak sadar bahwa shalat itu adalah "Almuhadatsah bainal makhluqi wa Khooliqi" dialog hamba kepada khaliqnya, "Apabila salah seorang dari kalian shalat, sebenarnya ia sedang berkomukasi dengan Allah" (HR Bukhori Muslim).

Coba perhatikan dari adzan, panggilan waktu menghadapNya, yang dipanggilpun yang bersyahadat, "Asyhaaduallaa ilaaha illallah wa ashhadu anna Muhammadar Rasulullah", yang tidak beriman tidak dipanggil, karena itulah Rasulullah mengingatkan, "Yang membedakan kita dengan orang kafir adalah shalat, maka siapa dengan sengaja meninggalkan shalat maka sungguh ia sudah berperangai seperti orang kafir".

Menutup aurat menghadapNya, menghadap kiblat karena memang fokus jasad ruh, hati pikiran kepadaNya, apalagi berjamaah jadi rapi shaf dan seluruh duniapun satu arah kiblat, lalu bersuci karena memang menghadap Maha Suci, lalu berdiri tegap, takbir, membaca ifitah "inn wajjahtu wajhiyalilldzi fathoros samaawati wal ardho" hamba datang menghadapMu duhai pencipta langit dan bumi, tunduk patuh taat padaMu. Inilah diantara komunikasi shalat yang belum dipahami. Lantas bagaimana khusyu' tanpa kesadaran ini, sahabatku...?

Yang keempat, karena sedikit kita yang paham bahwa dalam shalat tatkala membaca Al fatihah terjadi dialog hamba dengan Rabbnya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, "Barang siapa membaca surat al-Fatihah, setiap ayat yang dibaca itu langsung dijawab oleh Allah", lalu Rasulullah menyampaikan ketika seorang hamba berkata, ''Segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam". Allah menjawab, "Hamba-Ku telah memuji-Ku". Seorang hamba berkata, ''Yang Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang". Allah menjawab, "Hamba-Ku memuji-Ku". Seorang hamba berkata, ''Raja di hari pengadilan". Allah menjawab, "Hamba-Ku mengagungkan Diri-Ku. Hamba-Ku berserah diri kepada-Ku". Seorang hamba berkata, ''Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan". Allah menjawab, "Inilah pertengahan antara Aku dan hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta Aku berikan". Seorang hamba berkata, ''Tunjukilah kami jalan yang lurus, jalan yang telah Engkau anugerahkan kepada mereka, bukan mereka yang kena murka dan bukan mereka yang sesat.'' Allah menjawab, "Ini milik hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta Aku berikan". (Hadist Qudsi, HR Muslim).

Karena itu sahabatku, mulailah bacanya pelan-pelan dengan kesadaran dan keyakinan "thuma'ninah", sungguh Allah menjawab setiap ayat yang kita baca..."

Yang kelima, karena "hubbub dunya" sangat mencintai dunia, "the money is the first and the final of life, no money no happy" sehingga hati pikirannya selalu dipenuhi oleh segala sesuatu yang bersifat duniawi, duit, dolar, makan minum, keluarga, target-target bisnis, masalah-masalah, berkhayal dan sebagainya. Dan itulah yang di ingat-ingat dalam shalat, sampai apa yang disebut oleh Rasulullah, "hatta yansa kam rok atan laka" sampai ia lupa sudah berapa rakaat ia sudah shalat", maka tidak heran saat sholat yang semestinya hati pikirannya fokus dalam sholat malah ingat dunia.

Sahabatku, simaklah Kalam Allah surah Al Maa'uun ayat 4 dan 5, "Celakalah orang-orang yang mengerjakan shalat yang hati pikirannya lalai kepada Allah". Lalai hatinya karena dunia "ball tu'tsiruunal hayaatad dunya" (QS Al A’laa 16). Karena itu sadarilah hidup kita tidak lama di dunia yang fana ini, shalatlah seakan shalat terakhir hidup, simaklah sabda Rasulullah, "Bila engkau melakukan shalat maka shalatlah kamu, seperti orang yang akan meninggalkan alam fana" (HR Ibnu Majah & Imam Ahmad).

Yang keenam, karena makan minum yang haram, baik secara zat "lizaatihi" seperti anjing, babi, alkohol, narkoba dan sebagainya. Atau cara mencarinya dengan cara haram, "linailihi", walaupun halal zatnya seperti makan tempe tahu halal tetapi karena cara mencarinya dengan berdusta, menipu, sumpah palsu, terima sogokan, korupsi dan sebagainya, maka tetap haram, seakan ia makan tempe tahu tetapi sebenarnya ia makan anjing dan babi, itulah yang disebut "rijsun min amalisy syaithon". Najis karena amalnya  atau "roddudzdzakaat" karena menolak zakat, maka hartanya bercampur dengan hak faqir miskin, kotorlah hartanya. Semuanya menjadi hijab hati dan hijab hubungan kepada Allah, walhasil shalatnyapun tidak diterima, Allah "subbuuhun" Maha Suci hanya menerima yang suci. Ingat komentar Rasul pada orang yang menangis tatkala berdoa, "hampir saja aku mengira doanya diijabah Allah, namun Jibril memberitahuku bahwa orang itu suka menipu, lantas bagaimana Allah menjawab si penipu, pakaian dan makanannya dari hasil menzalimi orang lain?" Sadarilah saat shalat kita berhadapan zat Yang Maha Suci!.

Yang ketujuh, karena shalatnya masih disertai "Al fahsyau" berbuat maksiat seperti berdusta, mabuk, buka aurat, berjudi, berzina, dari zina mata melihat yang porno, tangan meraba, pikiran berkhayal sampai zina kemaluan, "adzdzunuubu kaafilatul quluubi" dosa-dosa maksiat itu menjadi "cover" penutup hati.


Alwaqi, guru Imam Syafii' berkata, "nurullahi la yuhda lil a'shi", sungguh cahaya nur hidayah Allah tidak akan masuk pada hati yang tertutup gelap karena maksiat. Inilah kebanyakan yang terjadi pada "tukang shalat" bukan "penegak shalat", STMJ sholat rajin maksiat tekun, ritual rutinitas tanpa disertai amal yang berkualitas, hasilnya lagi lagi kosong, tidak ada "atsar" pengaruh, ini sekaligus menjadi jawaban mengapa ada orang shalat tetapi sulit khusyu'. Ya bagaimana khusyu' maksiat terus sich!.  Imam Ghazali berkata, "Sungguh, sekali dusta sudah cukup membuat sholatnya terhijab kepada Rabbnya".

Yang kedelapan, karena shalatnya disertai "al munkar", berbuat zalim, menganiaya, menipu, menggunjing, memfitnah, merendahkan orang lain secara terang-terangan atau secara diam diam, dalam hatinya merendahkan orang lain, menghina, memukul apalagi sampai membunuh orang lain. Ini pun menjadi hijab besar, karena Allah hanya menerima ibadah yang membuat hamba itu menghinakan diri dihadapanNya dan yang membuat dirinya rendah hati kepada mahlukNya.

Cukup shalat itu akan dianggap dusta kalau tidak memperhatikan yatim piatu dan fakir miskin (QS Al Maun 1-3). "Cuek, masa bodoh, pelit, emangnya gue pikiran" dan sebagainya sudah cukup dianggap pendusta shalat, pendusta agama apalagi sampai berbuat aniaya. Dan ini semua bukan akhlak hamba Allah yang sholat, orang shalat itu belas kasih, santun, pemaaf, murah senyum, dermawan dan rendah hati, sahabatku.

Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Allah menerima sholat hamba hambaNya yang rendah hati". Sekali lagi sahabatku, hambaNya yang mengenal Allah akan menghinakan diri dihadapan Allah dan buahnya rendah hati dihadapan mahlukNya.

SubhanAllah, maafkan kalau aku sampaikan membuat kalian tidak nyaman, mudah-mudahan Allah terus membimbing kita dengan hidayahNya sehingga semakin dekat dengan kematiaan semakin baik ibadah shalat kita...

Demikian kiat-kiat menjalankan menambah ibaadah khusyu dalam sholat kita.

Aamiin



Posting Komentar

0 Komentar