Martabat Tujuh Dalam Naskah Majalengka Tahun 1249

Salah satu naskah koleksi filologika yang terdapat di Balai Pengelolaan Permuseuman Negeri Propinsi Jawa Barat “Sri Baduga” dengan nomor inventarisasi naskah 07.07  yang dalam daftar koleksi Filologika Balai Permuseuman Negeri Propinsi Jawa Barat “Sri  Baduga” berjudul Pelajaran Fiqih, yang merupakan naskah tunggal (codex  unicus). Setelah dibaca dan ditelaah isinya naskah ini berisi tentang Martabat Tujuh, Doa-Doa, dan Primbon, berdasarkan isi tersebut selanjutnya naskah ini diberi judul Martabat Tujuh, karena sebagian besar isi naskah adalah mengenai ajaran martabat tujuh atau emanasi Tuhan dalam martabat tujuh, yaitu salah satu ajaran tasawuf yang menjelaskan hakikat keberadaan Tuhan. Naskah ini berasal dari Majalengka dan pemiliknya tidak diketahui, tidak ada keterangan lain yang menjelaskan asal-usul naskah sebelum naskah ini disimpan di Balai Pengelolaan Permuseuman Jawa Barat “Sri Baduga”.

Naskah yang berjudul Martabat Tujuh ini diawali dengan beberapa doa istigfar yang dilanjutkan dengan cerita Abdullah dan istrinya, Baginda  Ali, serta Nabi Muhammad. Nabi Muhammad memberikan  pelajaran hidup dan doa yang dapat menghapuskan segala dosa. Selain doa, penulis juga menambahkan mantra (berupa primbon) dalam bahasa Jawa. Selanjutnya, dari halaman delapan  barulah  dipaparkan  mengenai  ajaran  martabat  tujuh, hakikat  mengenai  keberadaan  Tuhan,  melalui  bagan  yang dikombinasikan  dengan  simbol-simbol  berupa  garis, lingkaran, serta  teks-teks  yang  mendukung  makna  dari  simbol-simbol tersebut.  Bagan-bagan  ini  terdapat  pada  halaman  26  sampai  32, serta halaman 36 sampai 39, pada halaman-halaman tersebut teks naskah berilustrasi berbentuk diagram atau skema. Pada halaman berikutnya dipaparkan  penjelasan  dari bagan-bagan  tersebut, diperkaya dengan doa-doa, bahkan berupa primbon dalam bahasa Jawa. Naskah ini teksnya berbentuk prosa, namun seperti sudah dijelaskan di atas, sebagian teksnya ada yang ditulis dalam bentuk diagram  atau  skema.  Semua  tulisan  dan  bagan ditulis  dengan tulisan  yang kurang jelas  karena terlalu rapat dan  hurufnya  kecil, dengan  menggunakan alat tulis berupa pena yang runcing serta tintanya  berwarna  hitam. Kalau dilihat dari kerapihan dan kerapatan  tulisan,  terdapat  dua  jenis  tulisan,  yaitu yang satu hurufnya  lebih  besar,  tebal, serta memakai tanda baca, dan kerapatannya  tidak  terlalu  rapat,  jarak  antarbaris sekitar 1 cm, sedangkan yang satunya lagi hurufnya kecil, tipis, serta tidak memakai tanda baca dengan kerapatan sangat padat, jarak antarbaris  sekitar  0,3-0,5  cm. Ada kemungkinan teks naskah ini disalin oleh dua orang  penyalin, karena karakteristik  huruf yang berbeda, seperti yang dijelaskan di atas.

Keadaan  naskah  sudah  rusak, mulai mengkhawatirkan, beberapa lembar sudah sobek dan tidak  dapat dibaca lagi, terutama dihalaman akhir kertasnya sudah tidak utuh lagi. Bahan naskah dari kertas tradisional  berupa kertas saeh berwarna putih kekuning-kuningan, sedangkan aksaranya  berhuruf  pegon  (Arab-Sunda  atau  Jawa)  berbahasa  Arab  dan  Jawa  Cirebon,  sebagian huruf Arabnya gundul,  tanpa  ada  pemarkah. Hampir  semua teks berbahasa  Jawa  Cirebon  kecuali  bagian  berupa  doa-doa  yang ditulis  dalam  bahasa  Arab,  begitu  juga  pada  teks  yang  dibuat bagan atau skema bahasanya beberapa kata atau istilah digunakan bahasa  Arab,  sedangkan  penjelasannya  menggunakan  bahasa Jawa Cirebon.

Naskah  ini  berukuran  13,8  X  18,8  cm dengan ukuran ruang  tulisan  12,5  X  17,7  cm,  tebal  naskah/jumlah  halaman 46 halaman.  Jumlah  baris  per  halaman  antara  5  sampai  dengan  22

baris  per  halaman,  halaman  awal  5  baris,  sedangkan  halaman akhir  12  baris.  Beberapa  halaman  yang  jumlah  barisnya  cukup banyak di antaranya, halaman  44  sebanyak 20 baris, halaman 35 sebanyak  22 baris, sementara halaman  yang lainnya rata-rata  12-15 baris. Naskah sudah tidak terlihat kurasnya karena sudah sobek dan  tidak berjilid lagi.  Bahkan  beberapa lembar terutama bagian luar  sudah  hampir  lepas  dari  bagian  bukunya.  Sementara  di bagian pinggir beberapa halaman sobek dan melipat, selain itu ada juga yang  bagian  tengahnya sobek-sobek dimakan rayap. Hampir dipastikan beberapa tahun lagi naskah ini akan lapuk. Di  bagian  awal  naskah  tertulis  kolofon  yang  berbunyi :

“Kang kembara ki ngimpi ti rasul (.....) asta ki beukeul jaga wista nuli  nini  apu-apu  terah  Nyimas  Anggadita  apu-apu  terah  ratu dipati-pati  apu-apu  terah  sulton  anom  sewarga  apu-apu  terah Sultan  Imam  Mudabih  Sultan  Komarudin  Hariri  aja  Caribon ingkang  rai  Sultan  Imam  Mudabih  Sultan  Komarudin  ingkang jumeuneung  iki  ingkang  jumeuneung  iki.  Taun  1249  wa  Allahu alam” .  Ini  menjelaskan  kepemilikan  atau  sejarah  naskah  pada saat naskah ini ditulis atau disalin, yaitu dari keluarga raja Sultan Komarudin  Hariri  yang  merupakan Sultan Cirebon pada tahun 1249.



Ringkasan Isi Naskah “Martabat  Tujuh” ini adalah  naskah yang berisi tentang ajaran adanya Tuhan yang digambarkan dalam tujuh sifat atau tujuh martabat, yaitu martabat Ahadiyah, martabat Wahdah, martabat Wahidiyah , martabat alam arwah, martabat alam misal, martabat alam ajsam, dan martabat alam insan. Tiga martabat yang pertama, Ahadiyah, Wahdah, dan Wahidiyah disebut juga alam ilahiyah, sedangkan martabat alam  arwah, martabat alam misal, martabat alam ajsam, dan martabat alam insan disebut muhdas, yang serba ada atau baharu. Martabat tujuh dalam  naskah  ini dapat  diartikan  sebagai hakikat keberadaan Allah yang terkandung dalam semua kekuasaan  dengan sifat-sifatnya. Ketujuh martabat  ini  bisa dijelaskan  sebagai  berikut  :
  1. Martabat Ahadiyah adalah  martabat yang  pertama, yaitu wujud sunyi dari segala sifat dan bentuk kaitannya, atau la ta yin (tidak nyata). Dalam naskah ini dijelaskan bahwa martabat Ahadiyah adalah martabat  Allah yang berupa  zat  kodim  ajali,  masih  bersifat  belum  nyata, semuanya dalam keadaan gaib atau tidak nampak. Martabat ini menjelaskan keberadaan Allah  merupakan  hakikat dari Muhammad. Martabat ta yin.
  2. Martabat Wahdah, yaitu awal, hakikat Muhammad yang merupakan pengetahuan Tuhan secara umum, global, atau ijmal. Dalam naskah ini dijelaskan bahwa martabat Wahdah merupakan penjelasan bahwa Allah telah memiliki wujud yang berupa zat dada Muhammad, Allah ada dalam ilmu-Nya, yang diibaratkan  dengan  dinding  kayu.
  3. Martabat Wahidiyah, yaitu ta yin sani yang merupakan pengetahuan Tuhan yang terperinci atau tafsil tentang zat dan sifat serta segenap yang ada  lainnya. Dalam naskah ini dijelaskan bahwa  martabat Wahidiyah merupakan  kehendak  Allah yang berupa zat dan sifat yang terkan dung dalam asma-Nya.
  4. Martabat Alam Arwah, yaitu alam yang sederhana tidak bersusun dari unsur-unsur dan tidak bersifat materi. Martabat ini merupakan martabat yang menyatakan kekuasaan Allah, kun payakun , untuk menciptakan semua makhluk (manusia) yang diberi pancaindra dohir dan batin berupa pikiran, karya, dan bicara. Alam arwah merupakan alam di mana nyawa belum menerima nasib, nyawa masih merupakan cahaya suci.
  5. Martabat Alam Misal, yaitu alam yang sudah tersusun dari unsur-unsur yang halus, tetapi tidak akan mengalami cerai-berai, usang, atau rusak. Martabat ini merupakan  kehendak  Allah  untuk  mengadakan  rupa  yang  nyata dalam wujud ilmu-Nya yang tersusun namun tidak beraturan dan tidak akan rusak, inilah yang dimaksud dengan cahaya gaib. Alam misal adalah alam segala rupa yang telah diisi dengan nyawa dan mulai menerima nasib.
  6. Martabat Alam Ajsam, yaitu alam yang tersusun dari unsur-unsur yang kasar dan dapat mengalami perceraiberaian.  Martabat ini merupakan kehendak Allah yang diibaratkan susunan yang beraturan seperti bumi dan langit, ketika nyawa selah bertemu dengan pancaindra zahir. Alam Ajsam adalah alam segala tubuh, rupa tubuh sekalian insan, dan rupa kalbu serta rohnya.
  7. Martabat Alam Insan, yaitu martabat yang menghimpun semua martabat sebelumnya. Dalam naskah ini, martabat ini disebut juga martabat alam insan kamil, yaitu martabat yang menyatakan kehendak dan kekuasaan Allah yang sangat nyata berupa insan (manusia) suci yang diberi nama Muhammad, atau manusia sempurna tempat berkumpulnya keenam martabat sebelumnya yang disatukan dengan pancaindra dohir dan batin. Alam insan adalah alam segala manusia, yakni adanya manusia anak keturunan Adam.

Berdasarkan naskah ini, kata Allah terdiri dari empat huruf dengan martabat-martabat-Nya. Keempat huruf itu adalah sebagai  berikut :
  • Pertama, huruf alif merupakan  hakikat Allah dalam  martabat alam arwah. 
  • Kedua, huruf lam yang merupakan hakikat dari martabat Wahidiyah.
  • Ketiga, huruf lam  alif merupakan hakikat dari martabat Wahdah.
  • Keempat, huruf ha yang  merupakan hakikat dari martabat Ahadiyah, yaitu kehendak dan kekuasaan Allah yang mencakup tujuh langit dan tujuh bumi yang merupakan zat Allah semua.

Sementara itu, kata Muhammad juga berasal dari empat huruf  yang  masing-masing mengandung makna sebagai berikut :
  1. Pertama, huruf mim (yang pertama) dalam mu-mengandung makna  sukma, yaitu ingat akan zat kesempurnaan hidup yang –ham- disebut zat.
  2. Kedua, huruf ha dalam mengandung makna ingat akan aku yang merupakan kumpulan hidup yang disebut sifat.
  3. Ketiga, huruf mim (yang kedua) dalam mmad- mengandung makna ingat akan nama jatidiri hidup yang disebut asma.
  4. Keempat, mmad, huruf dal dalam mengandung arti ingat akan apal nyawa untuk hidup yang disebut. Dalam ilmu tasawuf makhluk yang pertama sekali diciptakan Allah SWT adalah nur Muhammad yang disebut juga hakikat Muhammad atau roh Muhammad, setelah itu barulah diciptakan alam yang lainnya. Konsep nur Muhammad ini ada sehubungan dengan pencapaian manusia pada derajat insan kamil (manusia sempurna), yaitu manusia yang sudah mencapai tingkat tertinggi  dari  sifat  kemanusiaannya atau manusia yang sudah memiliki nur Muhammad. Insan kamil merupakan wahdatul wujud (kesatuan  wujud) antara manusia sebagai alkhaliq dengan hakikat Yang Esa atau al-Haqq.

Untuk memperoleh nur Muhammad sebagai pencapaian derajat insan kamil yang merupakan penampakan diri Tuhan ada tiga tingkatan, yaitu :
  • Ahadiyah (satuan Tuhan),
  • Hawiyah (kediaan Tuhan),
  • Aniyah (keakuan  Tuhan).
Pada tahap Ahadiyah, Tuhan dengan kemutlakan-Nya baru keluar dari al-ama atau kanzan makhfiyyah (kabut gelap tanpa nama dan sifat). Pada tahap Hawiyah nama dan sifat Tuhan telah mulai menampakkan  diri. Pada tahap Aniyah, Tuhan menampakkan diri dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya pada semua makhluk-Nya, namun Tuhan menampakkan diri terbatas pada insan kamil. 

Berdasarkan nama dan sifat-Nya Allah memiliki empat ma'ani sifat, yaitu sifat nafsiyah, sifat salbiyah, sifat, dan sifat manawiyah.
  • Sifat nafsiyah adalah sifat yang tetap ada pada Allah (kekal) atau sifat yang berhubungan dengan zat Allah, yaitu wujud (ada).
  • Sifat salbiyah adalah sifat yang tidak sesuai atau tidak layak terhadap perkara yang tidak pantas pada Allah, yaitu qidam, baqa, mukhalapah li alhawadisi, qiyamuhu binafsihi, dan wahdaniyat.
  • Sifat ma ani adalah sifat yang menetapkan hukum atau sifat yang wajib bagi Allah yang dapat digambarkan oleh pikiran manusia untuk meyakinkan bahwa kebenarannya dapat dibuktikan dengan pancaindra, yaitu sama basar, kalam, qudrat, iradat, ilmu, dan ma nawiyah hayat. Sifat adalah sifat yang tetap pada Allah atau sifat yang berhubungan dengan sifat ma ani , yaitu sami an, basiran, mutakaliman, qadiran, muridan, aliman, dan hayan. Jadi, inilah yang dinamakan dengan Allah sebagai al-Haqq yang patut disembah, yang terkandung dalam makna "La ilaha illa Allah" (tiada Tuhan yang wajib disembah selain Allah). 

Jika dikaitkan dengan tujuh martabat  pada  Allah, nama dan sifat Allah dapat dipaparkan sebagai berikut :
  1. Martabat Ahadiyah merupakan hakikat Allah yang bersifat hidup, Yang Maha Hidup tergambar dalam badan kita. 
  2. Martabat Wahdah merupakan hakikat Allah yang bersifat ilmu dan aliman, Yang Maha Mengetahui yang tergambar dalam hati kita. 
  3. Martabat Wahidiyah merupakan  hakikat  Allah  yang  bersifat iradat dan muri dan, Yang Maha Kersa yang tergambar pada nafsu dan kehendak  kita.
  4. Martabat alam arwah merupakan hakikat Allah yang bersifat qudrat dan qaridan, Yang Maha Kuasa yang tergambar dalam gerak anggota badan kita.
  5. Martabat alam misal merupakan hakikat Allah yang bersifat sama dan sami'an, Yang Maha Mendengar yang tergambar dalam telinga kita. 
  6. Martabat alam ajsam merupakan hakikat Allah yang bersifat basor dan basiran, Yang Maha Melihat yang tertanam dalam mata kita.
  7. Martabat alam insan kamil merupakan hakikat Allah yang bersifat kalam dan mutakaliman, Yang Maha Berkata melalui firman-Nya yang tergambar dalam lidah kita.
Ketujuh martabat ini terdapat dalam sifat ma'ani dan sifat ma'nawiyah.

Seperti yang sudah disebutkan di atas, bahwa naskah ini selain berisi ajaran martabat tujuh, penulis menambahkan doa-doa yang sering dibaca oleh Rasulullah dan para wali, diantaranya doa yang dibaca oleh Sunan Ampel, Sunan Giri, dan Sunan Kalijaga.

Selain itu, ditulis juga beberapa mantra atau primbon dalam bahasa Jawa, di antaranya, mantra untuk anjala , mantra untuk menaklukkan hati perempuan, mantra ketika mendapatkan kesusahan atau masalah, dan sebagainya. Doa-doa dan mantra-mantra ini, dijelaskan juga cara dan waktu pembacaannya, begitu juga khasiat-khasiatnya. Sepertinya naskah ini memiliki nilai fungsi sosial pada masyarakat pemiliknya sebagai naskah yang dipakai dalam mempelajari ajaran ilmu tasawuf, atau kemungkinan sebagai sarana untuk menyampaikan ajaran ilmu mistik, dan emanasi.


Tuhan Dalam Martabat Tujuh
Naskah ini menarik untuk dipelajari jika kita ingin mencapai kesempurnaan hidup sebagai makhluk insan kamil, manusia yang sempurna, seperti yang dipelajari oleh para sufi.

Dalam  Ensiklopedia Islam, dijelaskan bahwa manusia (sufi) akan dapat mencapai derajat insan kamil dengan melakukan taraqqi (usaha kecil) melalui tiga  tahap, yaitu :
  1. bidayah (sufi disinari oleh nama-nama Tuhan),
  2. tawassut (sufi disinari oleh sifat-sifat Tuhan),
  3. khitam (sufi disinari zat Tuhan sehingga Tuhan  bertajali dengannya). 
Pada tahap terakhir inilah sufi memperoleh nur Muhammad menjadi insan kamil.

DOWNLOAD :  https://galuhkiwari.files.wordpress.com/2009/05/martabat-tujuh.pdf



Posting Komentar

0 Komentar